Hari Pahlawan dan Fakta Makam Raden Mattaher di Muaro Jambi yang Tak Terurus

Nama Raden Mattaher telah kenal kembali di telinga orang Jambi. Selaku panglima perang, dianya punyai peranan sentra menumpas penjajah pada periode penjajahan Belanda di Jambi.

 

Bersamaan dengan seremoni Hari Pahlawan 10 November 2020, Presiden Joko Widodo memutuskan Raden Mattaher selaku pahlawan nasional. Apa yang sudah dikerjakan Raden Mattaher hingga patut mendapatkan gelar pahlawan nasional? Team Liputan6.com coba mencari tapak jejak si pahlawan

Tempat pertama ialah rumah pentas di Dusun Muara Jambi Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.

Rumah tempat tinggal Raden Mattaher yang dibuat dari papan itu jadi posisi luruhnya si pahlawan. Rumah itu berdiri antara rumah warga di Dusun Muara Jambi, satu dusun di kompleks percandian Muarajambi.

Di dalam rumah itu masih ada lubang sisa shooting peluru tentara Belanda. Peluru tentara penjajahan Belanda tembus sampai berkenaan Raden Mattaher.

Rumah yang berdiri kuat itu sempat jadi posisi shooting film dokumenter Raden Mattaher yang dibikin Balai Konservasi Nilai Budaya (BPNB), Kepulauan Riau. yang daerah kerjanya mencakup Jambi.

Sesaat tidak jauh dari rumah Raden Mattaher, tapak jejak dari si pejuang itu ada Pusara Jemari Kelingking. Di posisi itu jadi tempat ditemukan jemari kelingking Raden Mattaher waktu luruh menantang penjajah.

Tetapi saat ini, kehadiran pusara kelingking monumental itu tidak terawat oleh pemerintahan. Keadaan di sekitar pusara itu semak belukar ada di pusara warga.

Pusara kelingking sakral itu beratap seng lusuh serta berkarat. Keadaan tiang penyangga atapnya sudah ringkih termakan umur.

Di sekitar pusara itu disanggupi rumput semak. Tidak ada juru piara pusara yang menjaga tempat peristirahatan paling akhir si pahlawan itu.

“Pasti pemerintahan harus turut menjaga, tidak pernah dengar jika pemerintahan ingin bersihkan. Jangankan ingin tukar atap makam itu, bersihkan pusara jadilah,” kata seorang praktisi rekreasi di Dusun Muara Jambi, Rafsanjani ke Liputan6.com, Senin (9/11/2020).

Raden Mattaher luruh ditembak di tempat tinggalnya sendiri dalam satu operasi tentara Belanda, pada 10 September 1907. Pada waktu itu berlangsung pertarungan luar biasa.

Pada saat berperang menantang Belanda, Raden Mattaher luruh serta jemari kelingkingnya tertinggal. Mujur warga bisa mengenali jemari kelingking itu ialah punya si pejuang Singo Kumpeh.

Jemari itu, menurut narasi riwayat yang berkembang dalam masyarakat, waktu itu jemari si pejuang putus serta ketinggalan dalam satu pertarungan luar biasa menantang Belanda di dusun itu.

Warga di Dusun Muara Jambi yakini jika jemari kelingking itu punya Raden Mattaher. Sebab di jarinya itu ada sinyal inai atau seperti pemerah kuku. Kabarnya kelingking Raden Mattaher dikuburkan di Muara Jambi, tempat dia luruh.

“Warga dapat mengenal itu jemari kelingking Raden Mattaher sebab saat sebelum berlangsung perang, dia pernah digunakan inai pada jarinya,” kata Dosen Pengetahuan Riwayat Kampus Jambi Irhas Penggemaruri.

Sesudah Raden Mattaher luruh di Muaro Jambi, 10 September 1907 itu, pasukan Belanda langsung mengusung mayat Raden Mattaher untuk dipertontonkan ke publik ramai.

Tetapi atas keinginan beberapa pemuka agama, Raden Mattaher disemayamkan secara Islam di penyemayaman Raja-raja Jambi di tepian Danau Sipin, Kota Jambi.

Berlainan dengan pusara kelingkingnya di Muara Jambi, pusara Raden Mattaher di tepian Danau Sipin, terurus. Sampai saat ini pusara itu masih diziarahi beberapa orang.

Periset Riwayat dari Balai Konservasi Nilai Budaya (BPNP) Kepulauan Riau, Dedi Arman menulis, Raden Mattaher ialah turunan dari Sultan Thaha Saifuddin. Hubungan, yaitu ayah Raden Mattaher namanya Pangeran Kusin adalah anak Pangeran Adi, saudara kandungan Sultan Taha Syaifudin.

Dedi Arman dalam bukunya Raden Mattaher: Pejuang Rakyat Jambi Menantang Penjajahan mengatakan, Raden Mattaher tercipta dari pasangan yang berkuasa di Sikamis (saat ini Dusun Kasang Melintang), Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.

Ayah Raden Mattaher ialah Raden Kusin bertitel Pangeran Jayoningrat bin Pangeran Adi bin Sultan Mochammad Fachruddin.

Sedang Ibunya ialah Ratumas Esa (Tija). Ibu Raden Mattaher adalah kelahiran Mentawak, Air Hitam Pauh. Dulunya wilayah itu ialah tempat berkuasanya Temenggung Merah Mato.

Dalam sejarahnya Raden Mattaher lahir di tahun 1871. Raden Mattaher wafat ditembak di tempat tinggalnya sendiri dalam satu operasi tentara Belanda, pada 10 September 1907.

Perjuangan Raden Mattaher dalam menumpas tentara Belanda sudah memberikan inspirasi serta memberikan panutan ke rakyat Jambi. Sampai saat ini nama Raden Mattaher, si pahlawan nasional itu masih hidup.

Namanya sudah didokumentasikan jadi nama satu rumah sakit pemerintahan, nama jalan, nama yayasan pengajaran, serta nama lapangan tembak. Sepanjang berusaha, figur Raden Mattaher yang belum pernah runduk ke Belanda sudah memberikan inspirasi beberapa orang untuk berusaha saat itu.

“Sesudah Raden Mattaher luruh, perjuangannya dilanjutkan oleh siapa? Hingga saat ini tidak ada jawaban yang tentu. Tetapi yang pasti nilai-nilai serta panutan yang terdapat dalam jiwa kepahlawanan dari Raden Mattaher,” kata Dosen Riwayat Kampus Jambi, Irhas Penggemaruri.

Upacara diawali dengan penghormatan pada pahlawan diteruskan dengan dibunyikan sirine untuk kenang kembali pertarungan 10 November 1945 di Surabaya.

By Preston

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!